Jurus Pertamina Imbangi Mahalnya Biaya Energi Hijau

جدول المحتويات
شخصيات ذات صلة
منظــمات ذات صلة
تاريخ النشر
هذا موجز عن المقال الأصلي المنشور في :

Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia kini tengah gencar mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) guna ambil bagian dalam transisi energi demi mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 mendatang atau lebih cepat.
Namun tak bisa dipungkiri, salah satu yang masih menjadi kendala dari pengembangan energi hijau atau energi terbarukan di Indonesia yaitu terkait biaya yang masih tinggi. Padahal, potensi energi hijau di Indonesia tercatat sangat besar dan bisa menggeser energi yang menghasilkan banyak emisi karbon, seperti batu bara.

Hal ini akhirnya membuat badan usaha harus “memutar otak” untuk tetap bisa mengembangkan energi hijau.

PT Pertamina (Persero) misalnya, tengah berencana untuk melakukan ekspansi bisnis hijau dengan mengembangkan amonia hijau atau green ammonia yang bersumber dari energi panas bumi atau geothermal.

Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina Power Indonesia Fadli Rahman mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan ekspansi bisnisdengan mengekspor green ammonia yang dihasilkan dari energi panas bumi di Indonesia.

“Memang potensi EBT kita sangat banyak, memang resources kita banyak, potensi luar biasa terkait EBT, baik hydro, panas bumi, dan sebagainya. Satu sisi kita harus balance, JETP (Just Energy Transition Partnership) juga jangan sampai energi transisi yang kita jalankan nggak reliable dan affordable. Itu yang harus kita balance out,” jelas Fadli dalam acara Green Economic Forum CNBC Indonesia, Senin (22/5/2023).

Dengan begitu, Fadli menyebutkan bahwa Indonesia harus memanfaatkan potensi amonia hijau. Bahkan, menurutnya ada peluang amonia hijau ini diekspor ke Jepang. Mengingat, adanya perkiraan lonjakan permintaan amonia hijau di Jepang pada beberapa tahun mendatang.

“Maket export tadi di Jepang kebutuhan untuk green ammonia sangat tinggi mulai 2028-2030. Nah kenapa nggak kita manfaatkan potensi yang ada untuk kerja sama dengan Jepang. Itu yang kita dorong juga,” tambah Fadli.

Dia mengatakan, potensi kspor ini akan dilakukan perusahaan melalui kerja sama dengan perusahaan asal Negeri Sakura.

“Salah satunya adalah dari geothermal menjadi green ammonia yang akan kita ekspor ke Jepang, bekerja sama dengan perusahaan Jepang sana. Itu yang didorong,” tandasnya.

Baca: EBT Bisa Lebih Murah Dibandingkan Energi Fosil, Asalkan…
Untuk diketahui, Indonesia dianugerahi sumber daya alam melimpah, termasuk dari Energi Baru Terbarukan (EBT). Salah satu sumber EBT yang melimpah di negeri ini yaitu panas bumi atau geothermal.

Tak tanggung-tanggung, Indonesia merupakan pemilik “harta karun” panas bumi terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat.

Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Presiden Direktur PT Ormat Geothermal Indonesia Dion Murdiono.

Selain pemilik sumber daya panas bumi terbesar dunia, dia menyebut, Indonesia juga merupakan negara terbesar kedua pemilik kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dunia saat ini.

Dia mengatakan, dari 10 produsen geotherml terbesar di dunia, total kapasitas terpasang PLTP yang sudah dibangun mencapai 21,3 Giga Watt (GW).

“Top 1 adalah US, kedua adalah Indonesia, terus bergerak maju menyusul Filipina, ke empat Turki dan Selandia Baru,” papar Dion dalam acara peluncuran ‘The 9th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2023’ di Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Seperti diketahui, per Januari 2022 Amerika Serikat tercatat sudah memasang kapasitas panas bumi hingga 3,79 GW, diikuti oleh Indonesia yang sudah memasang kapasitas panas bumi hingga 2,35 GW. Sedangkan Filipina menempati posisi ketiga sebesar 1,93 GW. Selanjutnya, Turki sebesar 1,68 GW.

Adapun, Indonesia merupakan pemilik sumber daya panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Hingga Desember 2020, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sumber daya panas bumi Indonesia mencapai sebesar 23.965,5 Mega Watt (MW) atau sekitar 24 Giga Watt (GW).

Amerika Serikat menduduki peringkat pertam untuk sumber daya panas bumi yakni mencapai 30.000 MW. Selanjutnya, Indonesia 23.965,5 MW, Jepang 23.400 MW, Kenya 15.00 MW dan terakhir Islandia 5.800 MW.