ndonesia saat ini sedang mengembangkan produksi amonia bersih yang rendah emisi karbon sebagai upaya dari pengurangan emisi gas rumah kaca untuk pencegahan perubahan iklim.
Demikian terungkap dalam diskusi panel bertajuk “Clean Ammonia Development in Indonesia: Challenges and Opportunities” yang digelar di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC, Dubai, Uni Emirat Arab, Selasa, 5 Desember, 2023.
Hadir sebagai panelis pada diskusi tersebut Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi, Direktur Utama PT Pupuk Iskandar Muda Budi Santoso Syarif, Director International Strategy on Energy Resources Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang Mai Yaguchi, Head Energy and Climate GIZ GmbH Tunisia Tanja Faller, dan Direktur Eksekutif Indonesia CCS Center Belladona Maulianda.
Amonia merupakan senyawa kimia yang dibutuhkan dalam pembuatan pupuk, komponen penting untuk produksi pangan dan pertanian. Saat ini, Indonesia merupakan salah satu produsen utama dnia.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi menjelaskan, Pupuk Indonesia saat ini adalah pemain utama amonia di Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika Utara.
Pupuk Indonesia menguasai empat persen produksi amonia global atau sekitar tujuh juta ton per tahun. Amonia yang diproduksi masih menghasilkan emisi karbon dalam proses produksinya, sehingga dikategorikan sebagai grey amonia.
“Aspirasi kami saat ini adalah melakukan dekarbonisasi bisnis eksisting, dan pada saat yang bersamaan mengembangkan bisnis baru, yaitu clean amonia,” kata Rahmad.
Dia menjelaskan, dalam upaya dekarbonisasi, Pupuk Indonesia telah berhasil menurunkan emisi karbon secara nyata, yaitu sebesar 1,55 juta ton atau di atas target 1,21 juta ton pada tahun 2023.
“Penurunan ini berasal dari optimalisasi dan efisiensi konsumsi energi, utilisasi renewable energy, co-firing biomassa, solusi yang berbasis alam, hingga revitalisasi sejumlah pabrik pupuk,” kata Rahmad.
Sementara untuk pengembangan clan amonia, Pupuk Indonesia saat ini dalam proses memproduksi blue ammonia dan green ammonia serta untuk jangka panjang akan mengembangkan green methanol.
Untuk diketahui, blue amonia diproduksi dengan memanfaatkan energi baru dan terbarukan. Carbon yang dihasilkan akan ditangkap dan disimpan melalui teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). Sementara green amonia diproduksi bebas karbon karena memanfaatkan teknologi hidrogen.
Menurut Rahmad, pengembangan clean ammonia sejalan dengan potensi Indonesia sebagai hub CCS. Karena implementasi teknologi CCS di Indonesia berpotensi dapat menampung 4,3 giga ton karbon. Pupuk Indonesia juga terlibat dalam pengembangan teknologi CCS di Aceh dan Lapangan Abadi Masela.
CCS sendiri merupakan teknologi yang mampu menangkap emisi karbon di udara dan menyimpannya dalam sebuah storage. Selanjutnya emisi karbon disalurkan dan diinjeksikan ke sumur minyak dan gas tua untuk meningkatkan produksinya.
Selain teknologi CCS, pengembangan clean ammonia diIndonesia masih ditopang oleh potensi renewable energy sebesar 3.700 giga watt, dimana yang terbesar berasal dari tenaga surya. Energi bersih ini menjadi sumber utama untuk menghasilkan green hydrogen, yang kemudian dapat dikonversi oleh Pupuk Indonesia menjadi green ammonia.
“Pupuk Indonesia memiliki sumber daya yang memadai untuk pengembangan clean ammonia, mulai dari fasilitas untuk konversi green hydrogen menjadi green ammonia, keahlian dan pengetahuan dalam memproduksi amonia, pengalaman mengelola dan mendistribusikan amonia, hingga memiliki Kawasan Industri Hijau di Lhokseumawe, Aceh,” kata Rahmad.
Dengan potensi dan keahlian tersebut, lanjutnya, Pupuk Indonesia telah menyiapkan roadmap pengembangan clean ammonia. Pada tahun 2023-2025, Pupuk Indonesia menyusun rencana dan Final Investment Decision (FID) pengembangan blue ammonia dan green ammonia. Pada tahun 2026 akan memulai konstruksi pabrik clean ammonia di Jawa Timur dan Aceh.
Pada tahun 2028 perusahaan akan mulai mengopersikan pabrik green ammonia dalam skala kecil dan pada tahun 2030 mulai mengoperasikan pabrik blue ammonia dan utilisasi teknologi CCS.
Pengembangan clean ammonia diharapkan akan semakin besar pada tahun 2050. Pada titik ini, Pupuk Indonesia diharapkan sudah dapat meningkatkan produksi amonia dari 7 juta ton per tahun pada tahun 2023 menjadi 12,9 juta ton per tahun pada tahun 2050.
Menurut Rahmad, pengembangan ekosistem pendukung clean ammonia ini sangat penting. Karena selain mendukung kelancaran pasokan bahan baku pupuk, clean ammonia juga dibutuhkan sebagai sumber energi bersih masa depan. Namun dalam pengembangannya terdapat sejumlah tantangan, seperti kepastian regulasi, kelayakan secara ekonomi, teknologi, hingga infrastruktur pendukung.
“Oleh karena itu, kami siap berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengembangkan clean ammonia di Indonesia. Mulai dari kolaborasi untuk pengembangan renewable energy yang terjangkau, teknologi, fasilitas CCS, logistik, termasuk berkolaboras dengan para pembeli potensial,” kata Rahmad. ****