Memanfaatkan Biochar, Arang Hayati untuk Tingkatkan Kesuburan …

Table of Contents
Issue Date

Jakarta, InfoPublik – Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Organisasi Riset Kebumian dan Maritim, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ali Rahmat, menjadi salah satu penerima Penghargaan Periset BRIN 2023. Riset yang ia lakukan berhubungan dengan lingkungan, terutama pengelolaan konservasi tanah dan air.

Riset yang saat ini sedang dijalankan oleh pria kelahiran 1991 ini ialah pemanfaatan biochar. Ali menjelaskan, biochar adalah arang hayati yang dibuat melalui proses pyrolysis pada suhu tertentu dengan oksigen terbatas.

Untuk mempertahankan kesuburan tanah terutama di daerah yang tanahnya tidak subur seperti Provinsi Lampung, dengan dominan PH tergolong rendah, Ali melakukan riset untuk meningkatkan kualitas kesuburan tanah, dengan mengaplikasikan kompos, kemudian pengapuran, dan metode-metode lainnya seperti biochar.

Umumnya, biochar digunakan sebagai soil amendment atau bahan pembenah tanah. Salah satu fungsinya adalah untuk menekan kehilangan unsur hara yangdapat menjadi bahan pencemar di badan air.

“Sebenarnya dia (biochar) itu arang atau karbon, untuk mengurangi kehilangan unsur hara di dalam tanah. Jadi ketika hujan, biasanya unsur hara banyak yang terbawa hujan melalui mekanisme erosi atau leaching,” ungkap Ali, seperti dikutip dalam laman BRIN di Jakarta, Sabtu (13/5/2023).

Adanya biochar itu dapat mengikat unsur hara tetap di dalam tanah, sehingga nutrisi untuk tanaman tumbuh tetap tersedia.

Di sisi lain, biochar juga dapat menyerap polutan di badan air (danau dan waduk) dan juga menjadi bahan untuk sediment capping. Penyelamatan dan perbaikan sungai-sungai prioritas dan danau-danau prioritas dilakukan dengan melakukan sediment capping yang tentunya merupakan salah satu upaya untuk melapisi sedimen dengan material khusus. Fungsinya, untuk mengurangi interaksi antara sedimen dan badan air.

“Sedimen yang terakumulasi di badan air umumnya membawa unsur hara dan material lain, di mana setelah berada di dalam waduk, akan ada aktivita biogeokimia yang dapat memengaruhi kualitas air,” kata periset lulusan S3 Gifu University, Jepang ini.

Perkembangan riset biochar, terang Ali, baru memasuki progres 10 persen. Sebab, untuk menyelesaikan riset ini membutuhkan pendanaan yang cukup dan jangka waktu yang panjang untuk menyiapkan seluruh proses elemen yang dibutuhkan.

Ali juga menyoroti masih banyak daerah-daerah yang membutuhkan perhatian agar mendapatkan supply air bersih. Air tawar adalah sumber air utama untuk kebutuhan manusia. Walaupun air laut banyak, namun tidak bisa jadi sumber utama.

“Sayangnya, kita lihat air saat ini warnanya coklat akibat banyaknya tanah yang terangkut karena erosi, kemudian penurunan kualitas air, atau kalau kita ke waduk atau ke danau baunya busuk, dan warnanya coklat atau keruh,” katanya.

Saat ini, pihaknya sedang memfokuskan lebih terhadap penyelamatan atau perbaikan danau dan sungai prioritas, seperti Sungai Citarum, Danau Singkarak, Danau Batur, dan sebagainya, yang menjadi prioritasperbaikan nasional.

Pihaknya sedang mempersiapkan strategi dalam memperbaiki pengelolaan danau dan sungai prioritas, agar ke depan menjadi lebih baik lagi. Saat ini, kondisi danau dan sungai prioritas tersebut cukup memprihatinkan. Hal ini menjadi ‘peer’ besar, sehingga banyak peneliti yang terlibat untuk memperbaiki kondisi yang ada.

Riset lain yang ia tekuni adalah tentang pengelolaan sampah organik yang dibantu oleh black soldier fly atau lalat tentara hitam. Metode ini menjadi salah satu tren saat ini dalam pengolahan sampah organik di perkotaan.

Ali menjelaskan, riset ini dilakukan dengan metode pengomposan atau membuat kompos dengan bantuan maggot atau larva lalat tentara hitam. Proses penguraian atau pembuatan kompos yang umumnya membutuhkan waktu dua hingga tiga bulan, dapat dipercepat menjadi satu hingga dua minggu. Nantinya, hasil kompos inilah yang digunakan sebagai kompos untuk kegiatan pertanian.

Dirinya berharap, kompos bahan organik di perkotaan dapat diberikan kepad masyarakat. “Apakah masyarakat ingin menanam di rumah ataupun kalau hasilnya skala besar. Bisa juga diaplikasikan untuk skala perkebunan kecil atau lebih besar,” ungkapnya.

Hingga saat ini, banyak ditemukan kasus minimnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan sekitar. Padahal, sudah seharusnya masyarakat menyadari dan peduli terhadap lingkungan di sekitar. Keadaan lingkungan memengaruhi kehidupan masyarakat itu sendiri.

Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan seperti membuang sampah dan limbah sembarangan dapat menyebabkan pencemaran tanah yang mengakibatkan ketidaksuburan tanah, matinya tumbuhan, dan tanah mengandung racun. Sehingga, tanaman yang tumbuh dapat membahayakan manusia yang mengonsumsinya.

Minimnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan juga dapat mencemari air yang mengakibatkan air berbahaya jika dikonsumsi manusia.

Ali menyampaikan, upaya yang dilakukan agar masyarakat sadar akan kondisi lingkungan yang memprihatinkan adalah dengan menedukasi, tetapi tidak lupa memfasilitasi.

“Misalnya, kita mengedukasi jangan buang sampah sembarangan. Tetapi apakah ada tempat sampah yang difasilitasi? Tentunya butuh kerja sama antara stakeholder tingkat desa bahkan kecamatan dan kabupaten untuk mengelola sampah,” kata Ali.

Maka dari itu, ulasnya, selain mengedukasi, kita juga harus menyiapkan fasilitas agar masyarakat tahu apa yang harus mereka lakukan.”Maka dari itu, aksi dari kita yang menjadi contoh dan pendorong untuk masyarakat. Bagaimanapun, aksi tidak bisa dilakukan hanya oleh peneliti seorang, tetapi harus bekerja sama antara pemerintah dan stakeholder terkait untuk mengontrol itu semua,” tegasnya.

Ali berharap, hasil-hasil riset yang dilakukan dapat menghasilkan manfaat nyata bagi masyarakat, baik di Indonesia maupun internasional. Menurutnya, riset ini berlaku universal dan berharap kebermanfaatannya kedepan untuk seluruh dunia.

Ia mengaku tidak menyangka dan senang menjadi salah satu penerima Penghargaan Periset BRIN Sebagai periset muda, tutur Ali, sadar tidak sadar tanggung jawab ke depan lebih besar lagi dan tentunya secara tidak langsung di dalam masyarakat akan dituntut kebermanfaatannya.

Tidak hanya menjadi seorang peneliti, dulu Ali Rahmat juga menjadi dosen tetap non-PNS Jurusan Ilmu Tanah di Universitas Lampung. Tak heran, sejumlah riset yang ia tekuni sudah berhasil memiliki nilai guna di masyarakat.

Dalam melakukan risetnya, Ali juga berkolaborasi dengan beberapa universitas, seperti Universitas Padjadjaran, Universitas Sebelas Maret, Universitas Islam Indonesia, Universitas Pertahanan, dan periset-periset sebaya lainnya untuk mengerjakan penelitian bersama.

Tak lupa Ali memberikan pesan dan motivasi untuk yang tertarik menjadi peneliti di Indonesia, agar menjadi peneliti yang hebat. Kegiatan penelitian adalah kegiatan mencari solusi dari setiap masalah yang ada di Indonesia.

“Dengan adanya kita sebagai peneliti yang bisa menyelesaikan masalah, walaupun tidak sebagian besar, tetapi asalah-masalah kecil yang sebenarnya kecil itu juga krusial. Tetapi kita bisa membantu menyelesaikannya dan secara tidak langsung juga menyelesaikan masalah yang ada di Indonesia,” ungkapnya.

Sumber Foto: Humas BRIN

Categories