Prioritas Pendanaan Kian Jelas, BUMN-Swasta Kejar Target …

Table of Contents
Issue Date

TANGERANG, KOMPAS — Aliran pendanaan untuk transisi energi akan berfokus pada lima proyek prioritas. Satu-satunya proyek yang dinilai berkontribusi langsung dalam pengurangan emisi adalah pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga uap batubara. Pada saat bersamaan, badan usaha milik negara dan perusahaan swasta mengejar target penurunan emisi masing-masing.

Aliran pendanaan diperoleh Indonesia, antara lain, melalui skema Kerja Sama Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP) Indonesia. Dana berasal dari negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG) dan institusi keuangan internasional anggota Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ). Menurut rencana, total nilai yang akan diterima Indonesia mencapai 20 miliar dollar AS.

Kepala Sekretariat JETP Edo Mahendra mengatakan, rencana investasi komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP) akan dipaparkan ke IPG dan GFANZ pada Agustus 2023. Rencana itu memuat panuan mobilisasi dana 20 miliar dollar AS untuk tiga hingga lima tahun ke depan.

”Dokumen CIPP akan terus diperbaiki dan diperbarui sesuai dengan perkembangan pasar dan kebutuhan. Kami berencana memperbarui setiap tahun sekali,” ujarnya dalam diskusi panel acara Indonesia EBTKE ConEx 2023 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (13/7/2023).

Baca juga: Mengejar Hibah dari Komitmen JETP

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/r-2ovo07jRp_HLPAOzxvZkAiAZo=/1024×904/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F09%2F20%2F20210920-H09-ADI-Energ-mumedi_1632152794_jpg.jpg
Lima prioritas penyaluran pendanaan tersebut untuk pengembangan transmisi listrik, pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara, percepatan pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) baseload, pembangunan pembangkit listrik EBT lainnya, dan pengembangan rantai pasok EBT. Pemensiunan PLTU menjadi satu-satunya prioritas yang berkontribusi terhadap pengurangan emisi langsung.

ransmisi kelistrikan difokuskan pada aliran lintas pulau dan mampu mengurangi beban kapasitas. Pembangkit listrik tenaga panas bumi dan air (hidro) akan menjadi baseload atau tulang punggung pemasok listrik nasional. Sementara pembangkit listrik tenaga surya dan angin mendukung percepatan transisi energi.

Pihak swasta terkendala pada sektor pendanaan untuk proyek-proyek EBT. Karena itu, akses pendanaan yang mudah dan besar dibutuhkan untuk mendukung penurunan emisi.

”Pada saat bersamaan, industri dan infrastruktur menyediakan peluang mulai dari tenaga kerja hingga pertumbuhan ekonomi. Rencananya, Indonesia akan mengembangkan sel fotovoltaik sendiri untuk menyuplai kebutuhan transisi energi,” kata Edo.

Dalam upaya transisi energi, pemerintah akan bekerja sama dengan perusahaan swasta serta elemen lainnya. Setelah peluncuran dokumen CIPP, metode penyaluran dana kepada publik akan dirancang.

Baca juga: Program JETP Harus Bisa Cegah Pengangguran

Senior Executive Vice President of Busiess Development PT Pupuk Indonesia (Persero) Satriyo Nugroho menyebutkan, kondisi perusahaan saat ini masih berada dalam tahapan grey ammonia atau produksi amonia masih menggunakan energi kotor yang mengeluarkan emisi. Ke depan, secara perlahan pihaknya akan beralih ke blue ammonia, green ammonia, hingga green methanol.

”Ada lima strategi yang digunakan, yakni efisiensi energi, ekonomi sirkuler dengan mengolah emisi karbon menjadi soda ash, teknologi penangkapan karbon, pemanfaatan EBT, dan hasil produk untuk pasar hijau,” katanya.

Strategi transisi energi PT Pupuk Indonesia
KOMPAS
Strategi transisi energi PT Pupuk Indonesia

Pada 2030, PT Pupuk Indonesia ditargetkan mampu menurunkan 4,8 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) dan sebesar 28,3 juta ton CO2e tahun 2060. Meskipun demikian, masih ada sejumlah tantangan yang perlu dihadapi, di antaranya regulasi, akses EBT, insentif finansial, riset dan pengembangan, serta perdagangan karbon.

President Director sekaligus Chief Executie Officer Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS) Yovie Priadi menyampaikan, Indika Energy menargetkan mampu mencapai emisi nol bersih pada 2050. Untuk menaati komitmen tersebut, pihaknya menargetkan pendapatan perusahaan dari sektor nonbatubara dapat mencapai 50 persen pada 2025.

Baca juga: Sri Mulyani: Pembiayaan Transisi Energi Rumit dan Menantang

”Kami berupaya investasi pada sektor bisnis rendah emisi karbon seperti kendaraan listrik dan infrastrukturnya. Aset-aset yang berhubungan dengan komoditas batubara juga perlahan dikurangi,” ungkapnya.

Kendati begitu, pihaknya terkendala pada sektor pendanaan untuk proyek-proyek EBT. Menurut Yovie, akses pendanaan yang mudah dan besar dibutuhkan untuk mendukung penurunan emisi.

Pengunjuk rasa dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melakukan aksi di depan Kedutaan Besar Jepang, Jakarta, Kamis (4/5/2023).
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pengunjuk rasa dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melakukan aksi di depan Kedutaan Besar Jepan, Jakarta, Kamis (4/5/2023).

President Director PT Amman Mineral Nusa Tenggara Rachmat Makkasau menuturkan, perusahaannya akan terus menambang tembaga dari tahun 2000 hingga 2040. Produk tambang, yakni tembaga, berperan penting dalam industri manufaktur EBT.

Penambangan yang dilakukan perusahaannya kini beriringan dengan reklamasi atau perbaikan lahan bekas tambang. Sumber listrik yang digunakan juga berasal dari paduan PLTU dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Untuk mengurangi ketergantungan terhadap PLTU, kini sedang dibangun pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) berkapasitas 450 megawatt.

”Semoga pada 2026 sudah bisa beroperasi sehingga sumber listrik akan berasal dari kombinasi PLTS dan PLTG,” jelasnya.

Baca juga:

Categories